TANAMAN
PALA
Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan jenis tanaman perkebunan yang
tumbuh baik pada daerah tropis. Tanaman pala merupakan tanaman asli Indonesia
karena berasal dari Banda dan Maluku. Tanaman ini terkenal karena biji buahnya
yang tergolong rempah-rempah dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Biji dan
selaput biji (fuli) merupakan komoditas ekspor Indonesia dan menduduki sekitar
60% dari jumlah ekspor pala dunia (Sunanto, 1993 : 11-13).
Tanaman pala dari jenis Myristica
fragrans Houtt adalah tanaman keras yang dapat berumur panjang hingga lebih
dari 100 tahun. Tumbuh dengan baik di daerah tropis, termasuk famili Myristicaceae yang terdiri atas 15 genus
(marga) dan 250 species (jenis). Di Indonesia dikenal beberapa jenis pala,
yaitu :
1)
Myristica
fragrans Houtt, yang merupakan jenis utama dan mendominasi
jenis lain dalam segi mutu maupun produktivitas. Tanaman ini merupakan tanaman
asli pulau Banda.
2) M. argenta Warb, lebih dikenal
dengan nama Papuanoot alias pala Papua Barat, asli Papua Barat, khususnya di
daerah kepala burung. Tumbuh di hutan-hutan, mutunya di bawah pala Banda.
3) M. scheffert Warb. terdapat di
hutan-hutan Papua.
4) M. speciosa, terdapat di pulau Bacan. Jenis ini tidak mempunyai nilai ekonomi.
4) M. speciosa, terdapat di pulau Bacan. Jenis ini tidak mempunyai nilai ekonomi.
5) M. succeanea, terdapat di pulau
Halmahera. Jenis ini tidak mempunyai nilai ekonomi.
Pala sebagai tanaman rempah-rempah dan sumber minyak atsiri, merupakan
tanaman penting, karena dapat menghasilkan minyak aeteris dan lemak khusus yang
berasal dari biji dan fuli. Kedudukan tanaman pala sebagai bahan penting
industri dan sebagai komoditas perdagangan menyebabkan bangsa-bangsa Eropa pada
abad pertengahan memperebutkan daerah-daerah sumber penghasil pala di
Indonesia. Peranan ekspor minyak atsiri Indonesia cukup besar, terutama dalam
rangka peningkatan devisa negara, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan
pendapatan petani, serta pemanfaatan tanah yang kurang produktif. Industri
minyak atsiri Indonesia sebagian besar merupakan industri hulu yang menyediakan
bahan baku yang langsung diekspor, sedang industri hilirnya yang mulai
berkembang berupa industri kosmetik, flavour, dan fragrant. Industri yang belum
berkembang adalah industri antara (intermediate), yaitu industri yang
menghasilkan barang setengah jadi untuk bahan baku industri hilir (Rukmana,
2004 : 2).
Tanaman pala
menghasilkan dua produk bernilai ekonomi tinggi yaitu biji
pala dan fuli (kembang pala yang menyelimuti biji). Kedua produk ini
menghasilkan minyak atsiri yang dapat digunakan sebagai bahan baku
industri minuman,
obat-obatan dan kosmetik. Lemak
dan minyak atsiri dari fuli merupakan bahan penyedap masakan (saus),
bahan pengawet makanan, dan bahan campuran pada minuman ringan. Selain itu
minyak pala memiliki potensi sebagai antimikroba atau bioinsectisida (Bustaman, 2007 : 71).
Bagian
tanaman pala yang mempunyai nilai ekonomis adalah bagian buah. Buah pala
sendiri terdiri dari 83,3 persen daging buah;3,22 persen fuli; 3,94 persen
tempurung biji, dan 9,54 persen daging biji. Biji dan fuli merupakan produk
utama dari tanaman pala, yang sebagian besar untuk diekspor. Fungsi dari biji
dan fuli pala yang utama adalah sebagai rempah, baik untuk keperluan seharihari
maupun untuk industri makanan dan minuman. Daging buah yang muda banyak
digunakan untuk makanan ringan dan minuman seperti manisan, permen, sirup dan
jus pala. Minyak pala yang diperoleh dari penyulingan biji pala muda, selain
untuk ekspor juga merupakan bahan baku industri obat-obatan, pembuatan sabun,
parfum dan kosmetik di dalam negeri. Produk lain yang mungkin dibuat dari biji
pala adalah mentega pala yaitu trimiristin yang dapat digunakan sebagai minyak
makan dan industri kosmetik. Di antara berbagai produk pala, permintaan akan
biji dan fuli pala serta minyak atsirinya diperkirakan akan tetap tinggi, disebabkan
karena sebagai rempah pala mempunyai citarasa yang khas.
GAMBARAN INDUSTRI PALA
Industri Global
Produksi pala dunia
mencapai 25.000 ton per tahun, di mana Indonesia dan Grenada mendominasi
produksi dan ekspor (baik untuk biji pala dan fuli), dengan bagian pasar
masing-masing negara sebesar 75 persen dan 20 persen. Sisanya dihasilkan dari
India, Malaysia, Papua Nugini, Sri Lanka dan beberapa pulau di Karibia. Granada
masih diperhitungkan sebagai pemasok pala dengan kualitas tinggi yang diterima
oleh pasar internasional.
Permintaan pala dunia
mencapai 20.000 ton per tahun, dengan negara importir utama adalah negaranegara
di Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang dan India. Amerika merupakan pasar
terbesar untuk seluruh produk pala. Singapura dan Belanda merupakan negara
utama pengekspor ulang (re-exporters).
Harga
pala di pasar dunia terus tumbuh tiap tahun sejak lima tahun terakhir. Pada
saat permintaan tinggi harga pala bisa mencapai US$16,000-21,000 per ton di
pasar internasional.1 Tumbuhnya permintaan pala di pasar dunia
diantaranya disebabkan meningkatnya penggunaan pala sebagai bahan baku obat
herbal, kosmetik dan produk-produk makanan.2
Rata-rata
produktivitas pala dunia mencapai 451 kg/hektar. Produktivitas pala di
Indonesia jauh di bawah rata-rata dunia yaitu sebesar 98,9 kg/hektar. Sementara
produktivitas pala di Grenada (sebagai negara penghasil pala terbesar kedua
setelah Indonesia) mencapai 275,4 kg/hektar.
Industri Pala di Indonesia
Sampai
saat ini Indonesia termasuk salah satu negara produsen dan pengekspor biji dan
fuli pala terbesar dunia, dengan pangsa pasar dunia sebesar 75 persen. Pasar
utama tujuan ekspor pala Indonesia (dari sisi volume) adalah Vietnam, Amerika
Serikat, Belanda, Jerman dan Italia. Sementara dari sisi nilai ekspor, Belanda
menjadi negara tujuan ekspor dengan nilai tertinggi. Jumlah ekspor Indonesia
tahun 2011 mencapai 14.186 ton dengan nilai US$ 135,933. Indonesia juga
menguasai 80 persen pangsa pasar Uni Eropa dengan nilai ekspor tahunan 30 juta
euro4
dari sentra-sentra
produksi di Maluku Utara, Sulawesi Utara, Aceh, Maluku dan Papua Barat. Pala
Indonesia sebagian besar dihasilkan oleh perkebunan rakyat yaitu sekitar 99
persen, dengan cara penanganan pascapanen yang masih tradisional dengan
peralatan seadanya dan dilakukan kurang higienis.
TUJUAN
KAJIAN INI DIMAKSUDKAN UNTUK:
•
Peningkatan pendapatan petani pala melalui
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petani dalam teknik budidaya dan panen
yang baik serta penjaminan harga jual.
•
Selalu meningkatkan kualitas komoditi
Pala.
•
mengembangkan usaha lokal yang potensial
di Papua Barat
•
Mengindentifikasi kekuatan, kelemahan, tantangan dan peluang pengembangan komoditas terpilih.
PERBANDINGAN
HASIL PANEN PALA PADA BERBAGAI SEKTOR
1. Hasil
Panen Pala pada Analisis Usaha dan Strategi Pengembangan Agro Industri Manisan
Pala di Kelurahan Aermadidi Minahasa Utara:
Hasil
penelitian menunjukan bahwa biaya tetap UD Murni adalah sebesar Rp. 26.043
sedangkan untuk biaya variabel sebesar Rp. 2.567.650 dan untuk penerimaan UD Murni adalah sebesar
Rp. 11.975.000. sehingga keuntungan yang diperoleh produsen manisan pala adalah
sebesar Rp. 9.631.307 per minggu.
2. Hasil Analisis BEP Komoditas Minyak Pala di PT Perkebunan
Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo Semarang:
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Jumlah produksi dan penerimaan
dari usaha minyak pala di PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo
selama tahun 2004-2008 telah melampaui titik break even/titik impas dan
memperoleh keuntungan. Jumlah produksi pada kondisi impas pada tahun 2004
sampai 2008 secara berturut-turut yaitu 3.045 kg; 4.057 kg; 4.113 kg; 3.549 kg; dan 2.081 kg.
Sedangkan besarnya penerimaan pada kondisi impas pada tahun 2004 sampai 2008
secara berturut-turut yaitu Rp 738.322.332,00; Rp 951.438.557,00; Rp 958.647.596,00;
Rp 834.010.204,00; dan Rp 840.652.212,00.
BIJI
PALA PERANCIS
Dalam market Brief ini
akan memfokuskan pada perdagangan biji pala yang masuk dalam kelompok HS :
HS 090811 Nutmeg,
Neither Crushed Nor Ground
HS 090812 Nutmeg,
Crushed Or Ground
Wilayah Perancis yang
terletak di benua Eropa dan wilayah seberang lautan Perancis (Les territoires
français d’outremer) yang tersebar diberbagai belahan dunia, terutama la
Martinique dan la Guadeloupe yang memiliki iklan tropis menjadi salah satu
potensi Perancis dalam perdagangan biji pala. La Martinique dan la Guadeloupe
merupakan penghasil biji pala dari Kepulauan Antilles dan Karibia.
Perancis pada tahun 2011,
dengan kode HS masih HS 090810 Nutmeg
mampu melakukan ekspor biji pala sebanyak 251 Ton dengan nilai perdagangan
sebesar 5,365 juta dolar USA. Mulai tahun tahun 2012, eskpor biji pala Perancis
dipejualbelikan dalam HS 090811 dan HS 090812.
Pada tahun 2012, eskpor
HS 090812 Perancis mencapai 181 Ton dengan nilai perdagangan mencapai 4,165
juta dolar USA. Dan eskpor HS 090811 mencapai 42 Ton dengan nilai
perdagangansebesar 1,282 juta dolar USA.
Pada tahun 2013, eskpor
HS 090812 Perancis mengalami peningkatan sebesar 27% sehingga angka perdagangan
mencapai 5,297 juta dolar USA dengan jumlah eskpor sebanyak 223 Ton. Dan
sebaliknya eskpor HS 090811 menglami penurunan (-27%) dengan ekspor menjadi 27
Ton dengan nilai perdagangan sebesar 0,934 juta dolar USA.
Pada tahun 2014, Perancis
tidak mengawali dengan baik tahun ini dengan ekpor biji pala, baik komoditi HS
090811 dan HS 090812, keduanya mengalami penurunan yang masingmasing sebesar
-54,78% dan -38,80% dari perdagangan yang sama pada periode januari 2013 yang
nilainya mencapai 0,491 juta dolar USA menjadi
0,301 juta dolar USA pada tahun 2014 untuk HS 090812. Sedangkan HS 090811 angka ekspor
Perancis menjadi 0,071 juta dolar USA pada januari 2014, setelah sebelumnya
mencapai 0,156 juta dolar USA pada periode yang sama tahun sebelumnya
Ekspor
biji pala Perancis lebih banyak ditujukan ke negara-negara kawasan Eropa,
Inggris merupakan negara tujuan utama untuk ekspor biji pala Perancis.
Indonesia tidak termasuk dalam tujuan ekspor biji pala Perancis.
Posisi Indonesia sebagai
negara pemasok biji pala di Perancis adalah sebagai negara pemasok utama dengan
nilai perdagangan mencapai 49,44% dari
nilai total impor HS 090811 Perancis tahun 2013 dengan nilai 0,735 juta USD
atau mengalami penurunan (-62,18%) dari nilai perdagangan tahun 2012 yang
mencapai 1,942 juta USD. Pada awal tahun 2014, impor biji pala Perancis dari
Indonesia mengalami kenaikan sebesar 58,90% dengan nilai perdagangan 0,0540
juta USD.
Pesaing utama Indonesia
untuk HS 090811 berasal dari Belanda (0,390 juta USD) , Jerman (0,092 juta
USD), Madagaskar (0,066 juta USD) dan Rumania (0,046 juta USD). Transaksi
dengan Belanda, Jerman dan Madagaskar mengalami penurunan sedangkan Rumania
merupakan negara pendatang baru sebagai pemasok biji pala ke Perancis.
Negara pemasok lima
besar untuk HS 090812 adalah Indonesia, Belanda, Belgia, Jerman dan Vietnam.
Indonesia mampu menguasai 63,56% dari total impor HS 090812 dengan nilai
perdagangan mencapai 5,950 juta USD pada tahun 2013 atau meningkat 16,23% dari
nilai perdagangan tahun 2012 sebesar 5,119 juta USD. Namun diawal tahun 2014,
impor Perancis dari Indonesia mengalami penurunan sebesar (-80,7%) dengan nilai
impor 0,249 juta USD. Sedangkan pada periode Januari 2013, mencapai 1,290 juta
USD.
Perbandingan Produk Perancis & Indonesia
Indonesia:
HAMBATAN
KOMODITI PALA di DAERAH FAK-FAK
Kondisi ini setidaknya
disebabkan oleh tiga hambatan utama dalam dalam rantai nilai pala di Kabupaten
Fak Fak, yaitu:
w Belum
adanya tata niaga pala mengakibatkan tidak adanya kepastian harga dan pasokan
kebutuhan, serta menimbulkan ketergantungan petani yang sangat besar kepada
tengkulak;
w Kapasitas
petani (dalam budidaya yang baik, pengelolaan usaha dan kelembagaan),
mengakibatkan rendahnya kualitas, kontinuitas pasokan pala ke para pedagang dan
akses ke informasi dan sumber pasar; dan
Minimnya lembaga pendukung
bisnis (business supporting system)
mengakibatkan lemahnya kapasitas pelaku utama dalam rantai nilai pala.
HASIL
KOMODITI INDONESIA
Tabel Ekspor biji pala Indonesia ke-10 negara tujuan
terbesar tahun 2006-2011
Tabel Sentra area dan produksi pala Indonesia, tahun
2011
* TBM: Tanaman Belum Menghasilkan; TM: Tanaman
Menghasilkan; TTR: Tanaman Tua dan Rusak
Sejak tahun 2009 ekspor pala
Indonesia ke Uni Eropa mengalami penolakan disebabkan adanya tuduhan buah pala dari Indonesia terkontaminasi aflatoksin, racun yang berasal dari jamur yang tumbuh pada pala dan merupakan penyebab
kanker.
Tabel Perdagangan pala Kabupaten Fakfak
Perdagangan pala di Kabupaten Fakfak meliputi pala kulit, pala ketok,
dan fuli. Pala kulit selalu mendominasi dalam penjualan dikarenakan tidak
banyak orang yang bisa mengupas pala kulit menjadi pala ketok. Jumlah
perdagangan pala kulit tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar
1.224.480 kg, sedangkan pala ketok dan fuli tertinggi pada tahun 2011 yaitu
sebesar 338.365 kg untuk pala ketok dan 272.175 kg untuk fuli.
USAHA
PENGEMBANGAN
Secara nasional
Pemerintah Pusat memberikan dukungan yang cukup besar bagi pengembangan ekonomi
di Papua Barat, melalui Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2011 tentang Percepatan
Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.[1]
Peraturan Presiden ini menjadi payung bagi pengembangan sektor dan komoditas
unggulan di kedua provinsi, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Unit Percepatan
Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (UP4B)
Secara
sektoral beberapa kementerian juga memberikan dukungan dalam bentuk program dan
kegiatan, diantaranya adalah Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT),[2]
Kementerian Perdagangan[3]
dan Kementerian Pertanian.[4]
Di tingkat provinsi
dukungan bagi pengembangan komoditas pala tercermin dari ditetapkannya pala
sebagai komoditas unggulan Provinsi Papua Barat, dengan sentra produksi di
Kabupaten Fakfak, Kaimana, Teluk Bintuni dan Teluk Wondana.
Di
tingkat kabupaten, pengembangan komoditas pala diwujudkan melalui program-
program meliputi:
1.
Ekstensifikasi Tanaman PALA dengan pola menyebar di semua distrik yang berpotensi (minus Bomberay).
2.
Program pengembangan tata niaga produsen
produk-produk unggulan.
3.
Program pengembangan alat-alat teknologi
pengolahan pala.
4.
Program pengembangan produk turunan dan
pengemasan pala.
5.
Program pelatihan Tenaga Penyuluh Lapangan
koperasi, perkebunan dan kehutanan, pertanian, perikanan, peternakan dan
perindustrian.29
Selain itu, Pemda
Kabupaten Fakfak juga memfasilitasi melalui program bantuan bibit dan bantuan
dana bergulir.
STRATEGI
SWOT & BEP
Strategi pengembangan
usaha manisan pala melalui matriks SWOT antara lain: mempertahankan dan
memperluas strategi pemasaran dengan memanfaatkan perkembangna teknologi,
melakukan kerjasama dengan kemitraan usaha, meningkatkan kualitas produk sesuai
selera konsumen, melakukan promosi yang menggunakan teknologi sebagai media,
menggunakan teknologi untuk mendapatkan informasi, dan membuat kemasan produk
yang lebih menarik dari produk sejenisnya.
Untuk mengembangkan usaha perlu adanya peningkatan kualitas baik dalam
kualitas produk maupun pelayanan agar konsumen merasa puas dengan produk yang
ditawarkan, menjalin kerjasama kemitraan dengan para supplier buah pala selain
itu perlu adanya bantuan modal dari pemerintah sebagai tambahan modal untuk
para pengusaha agar dapat lebih mengembangkan usahanya.
[1] Kebijakan pembangunan
sosial ekonomi bagi percepatan pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat
termuat dalam Pasal 6
[2] Dalam rangka membantu
meningkatkan potensi lokal di Kabupaten Fakfak, Kementerian Pembangunan Daerah
Tertinggal (KPDT) memberikan bantuan untuk pengembangan industri pala pada
tahun 2012. Kementerian PDT memfasilitasi pendirian pabrik pengolahan minyak atsiri
di Teluk Patipi dengan kapasitas 800 kg. Selain itu juga difasilitasi pelatihan
pengolahan pala ke Bogor. Namun, fasilitasi ini belum berlanjut dengan baik
dikarenakan tidak adanya pendampingan operasional pabrik, serta tidak
dilengkapi dengan pemetaan pasar hasil produk olahannya.
[3] Guna menjawab kebutuhan
dan tuntutan pasar Uni Eropa terhadap mutu pala, Pemerintah RI dan Uni Eropa
menjalin kerjasama lewat program Trade Support Programme (TSP) II yang
bertujuan meningkatkan mutu ekspor Indonesia ke UE. TSP II dikoordinasikan oleh
Kementerian Perdagangan, dengan melibatkan instansi pemerintah penting lainnya,
yaitu Kementerian Perindustrian, Kementerian
Pertanian, Kementerian Kelautan dan
Perikanan, dan Badan Standardisasi Nasional (BSN)/Komite Akreditasi Nasional
(KAN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI). Program ini merupakan program hibah yang dimulai tahun 2011
dengan durasi 4 tahun. Pada tahap pertama program ini fokus di tiga provinsi
penghasil utama pala yaitu Sulawesi Utara, Maluku dan Maluku Utara, dengan
proyek percontohan pada petani pala dengan harapan meningkatkan mutu di semua
titik rantai pasok produksi pala
[4] Kementerian Pertanian
melalui kegiatan Ditjen Perkebunan, telah merencanakan kegiatan peremajaan pala
1.500 ha sebesar Rp 3,0 Miliar pada tahun anggaran 2014.
Salah satu cara atau
metode yang digunakan oleh perusahaan untuk memastikan bahwa perusahaan
tersebut dalam operasinya tidak mengalami kerugian yaitu dengan menggunakan
analisis titik impas (break even point). Dari analisis tersebut dapat diketahui
seberapa besar penjualan minimal yang harus dilakukan oleh perusahaan agar
dapat menutup biaya total rata-rata. Dimana dalam perhitungannya memasukkan
seluruh biaya, baik itu biaya variabel maupun biaya tetap. Jika produksi dan
penerimaan hanya mencapai titik break even menunjukkan bahwa usaha yang
dijalankan dalam kondisi tidak untung tetapi juga tidak rugi. Keuntungan akan diperoleh perusahaan apabila
penerimaan yang diperoleh lebih tinggi dari nilai perhitungan BEP atau telah
melampaui titik impas. Sedangkan perusahaan akan mengalami kerugian apabila
jumlah produksi dan penerimaan tidak mampu melampaui titik break even.
Analisis Break Event
Point (BEP) Menurut Riyanto (1995 : 359) analisis break even adalah suatu
teknik analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variable,
keuntungan dan volume kegiatan. Oleh karena analisis tersebut mempelajari
hubungan antar biaya, keuntungan dan volume kegiatan, maka analisis tersebut
sering pula disebut Cost-Profit-Volume analysis (CPV analysis). Dalam perencanaan
keuntungan, analisis break event merupakan profit planning approach yang
mendasarkan pada hubungan antara biaya (cost) dan penghasilan penjualan
(revenue). Asumsi merupakan suatu konsep dasar atau dasar pemikiran yang harus
diterapkan, walaupun anggapan-anggapan tersebut mungkin tidak sesuai dengan
kenyataan. Asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam perhitungan analisis break
event point menurut Munawir (1992 : 197-198) adalah sebagai berikut : 1) Biaya
dipisahkan atau diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya
variable dan prinsip variabilitas biaya dapat diterapkan dengan tepat. 2) Biaya
tetap secara total akan selalu konstan sampai tingkat kapasitas penuh. Biaya tetap
adalah merupakan biaya yang selalu akan terjadi walaupun perusahaan berhenti
beroperasi. 3) Biaya variable akan
berubah secara proporsional (sebanding) dengan perubahan volume penjualan dan
sinkronisasi antara produksi dan penjualan. 4) Harga jual persatuan barang
tidak berubah berapapun jumlah satuan barang yang dijual atau tidak ada
perubahan harga secara umum. 5) Hanya ada satu jenis barang yang diproduksi
atau dijual atau jika lebih dari satu jenis maka kombinasi atau komposisi
penjualannya (sales mix) akan tetap konstan.
Grafik BEP dengan
Pendekatan Biaya Rata-rata (AC), dan Biaya Marjinal (MC) (Sunaryo, 2001:147)
Analisis break even point dapat dilakukan dengan pendekatan biaya rata-rata dan
pendapatan marjinal. Pada pasar persaingan sempurna, harga bersifat tetap,
sehingga besarnya pendapatan marginal sama dengan harga. Kondisi BEP terjadi
pada saat titik perpotongan antara AC dengan MR atau dapat dikatakan pula
besarnya penerimaan sama dengan biaya rata-rata yang dikeluarkan.
Berdasarkan Gambar diatas
kondisi BEP tercapai saat harga yang berlaku adalah P5 dengan produksi sebesar
Q5. Lain halnya yang terjadi jika harga yang berlaku adalah P* maka perusahaan
akan mencapai kondisi optimal dengan besarnya MR=MC. Namun kerugian akan
dialami perusahaan saat harga adalah P2 dan P4 dikarenakan hasil penjualan
lebih rendah dari biaya rata-rata (Sunaryo, 2001 : 148).
Menurut
Riyanto (1995 : 361-365) analisis break
even point dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan
dengan rumus aljabar, pendekatan grafik, dan pendekatan trial and error.
1.Perhitungan Break Even
Point (BEP) dengan menggunakan rumus
aljabar a. Break Even Point (BEP) atas dasar unit
2.Perhitungan Break Event Point (BEP) dengan
grafik Salah satu cara menentukan break even point adalah dengan membuat gambar
atau grafik break even.
3.Perhitungan break even
point dengan cara trial and error dilakukan dengan cara coba-coba, yaitu dengan
menghitung keuntungan operasi dari suatu volume produksi/penjualan tertentu.
Apabila perhitungan tersebut menghasilkan keuntungan maka diambil volume
penjualan/produksi yang lebih rendah. Apabila dengan mengambil suatu volume
penjualan tertentu perusahaan menderita kerugian maka kita mengambil volume
penjualan/produksi yang lebih besar. Demikian dilakukan seterusnya hingga dicapai
volume penjualan/produksi di mana penghasilan penjualan tepat sama dengan
besarnya biaya total.
Daftar
pustaka:
1. Supriadi,
H. (2008). Strategi Kebijakan Pembangunan Pertanian di Papua Barat, Jurnal
Analisis
2. Kebijakan
Pertanian, Volume 6 No. 4 Desember 2008, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian, Bogor.
3. UNDP
(2005). Community Livelihoods and Civil Society Organisations in Papua,
Indonesia, A Snapshot by Local Non-Government Organisations
4. Direktorat
Jenderal Perkebunan, Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar (2011). Rencana
Kerja Tahunan (RKT) Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar, Jakarta Desember
2011
5. Direktorat
Pascapanen dan Pembinaan Usaha, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian
Pertanian (2012). Pedoman Teknis Penanganan Pascapanen Pala
6. ITPC
Hamburg (2012). Market Brief Pala, Bunga Pala dan Kapulaga di Pasar Jerman,
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Maret 2012
7. Wambrauw, L.T. (1999). Diversifikasi Pengolahan Pala Sebagai
Sumber Peningkatan Pendapatan
8. Pengusaha
di Kecamatan Fakfak, Kabupaten Dati II Fakfak, Fakultas Pertanian Universitas
Cenderawasih, Fakfak, 1999
9. Bank
Indonesia. 2004. Sipuk Bank sentral Republik Indonesia. Aspek keuangan manisan
pala. http://www.bi.go.id/sipuk/id/lm/pala/ keuangan.asp
0 komentar:
Posting Komentar