20 Jan 2015

BIODATA (chapter 3 Novel 'Sabtu yang kutunggu)

Aku dan vidi memulai pencarian kami, untuk mengungkap siapa vega sebenarnya. Dari akun sertu  di fb, twitter, line, path semuanya di hak milikin sama vidi. Dia kepoin semua akun sosmed sertu. Aku sendiri tidak tahu harus berbuat apa karena dia saking antusiasnya buat nemuin cewe yang namanya vega.
Vidi melipat kakinya, menunduk menutup wajahnya. Menangis..
“udah....” aku memeluknya dari samping.
“gu e sam a se ka li ga tau ve ga tuh siapa jen” suara vidi terbata-bata disela tangisannya.
“iyaa gue ngerti.. lu sabar dulu dong di.., kan semuanya masih belum pasti. Masa lu udah nangis-nangisan kayak gini si”
“gue cape ..”
“cup cup cup.. sabar ya...gue ada disamping lu kalo lu butuh kok” aku meyakinkannya.
            Aku mengantar vidi pulang kerumahnya. Dalam sikon yang seperti ini aku tidak mungkin meninggalkannya begitu saja.
Drrt... siang jeni.. kamu gi apa?
Ka neo menyapaku di whats app. Dia memasang fotonya saat pertandingan basket kemarin. Itu adalah jepretanku.
Kaka udah makan?, aku lagi dirumah vidi
Tak lama ka neo langsung membalasnya bukannya harusnya kamu masih ada jam kuliah?
Loh.. ko kaka tau? Kaka kepoin aku ya?
Hahaha..
Kan kaka kepoin aku, hayo ngaku
Ga kepo, Cuma kebetulan aja buka jadwal kamu
Itu namanya kepo kaka....
Iya deh, terserah kamu. Kamu kenapa bolos?”
Vidi lagi galau sama cowonya ka
Kenapa?
Vidi nemuin nama vega di hape cowonya
Nemuin nama cewe bukan berarti selingkuh kan?
Iya.. aku juga udah bilang gitu. Sebelum semuanya bener-bener jelas harusnya vidi bisa be calm
Hmmm, kalo kamu yang ngalaminnya kamu yakin bisa?
Bingung untuk menjawab whats app ka neo. Mungkin lebih parah dari vidi itu yang kutulis.
Berarti kamu termasuk tipe pencemburu
Banget... >_<
Kaka meeting dulu ya.. take care
Siap pa Bos , aku ganti mencandainya.
Vidi tertidur pulas di sofanya. Melihat rumahnya yang benar-benar berantakan. Majalah dan koran dimana-mana, banyak gelas dan piring kotor yang tergeletak begitu saja di meja ruangan. Tv yang juga belum dimatikan. Kucing-kucingnya yang mengeong-ngeong kelaparan.
Vidi tinggal sendirian dirumah yang besar ini. Orang tuanya bekerja dan tinggal di luar negeri. Sebenarnya dia sudah dipaksa untuk ikut pergi keluar negeri dengan kedua orang tuanya namun dia memilih tinggal disini sendiri. Untuk anak seperti vidi, pasti mereka merasa kesepian dan butuh kasih sayang lebih. Itu sebab nya aku selalu berusaha ada disetiap keadaannya.
Mengambil koran-koran dan majalah yang berserakan dilantai, menumpuknya menjadi satu dan menaruhnya ditempatnya. Mengambil makanan untuk kucing-kucing nya. Dan kemudian mulai membersihkan rumahnya. Aku sudah seperti inem pembantu bos cilik, membayangkan sebauh sinetron dengan judul tersebut.
Pergi melihat isi kulkas dan memasakkan sesuatu yang sekiranya disukai vidi.
“haaruuuum” vidi sudah dibelakangku. Membuatku kaget.
“vidi... untung ga jatoh” aku memegang panci panas berisi sup buatanku.
“jadi laper”
“udah makan yuk”
“asiiik... dimasakin jeni.. pasti eeeenaaaaak”
“ting tong!” bel rumah vidi terdengar begitu nyaring. Aku dan vidi saling menatap satu sama lain.
“sertu...” aku dan vidi kompak.
“jen... gue males banget keluar.. lu aja yang ketemu dia ya..”
“tapi di.. kasian dia”
“udah.. gue males banget beneran. Ada malah gue nanti ga nafsu makan”
“iya deh iya..” mengingat mood makan vidi yang uring-uringan . padahal dia punya penyakit magh yang lumayan harus diperhatikan.
            Membuka pintu dan disana sertu sudah menunggu.
“vidi ada jen?”
“yah... vidinya lagi tidur tu”
“bangunin bisa ga jen.. gue bingung sama dia.. udah tiga hari ini dia sama sekali ga ngasih kabar atau pun bales chat, wa, semua pesen gue. Telefon gue juga ga dia angkat”
“he...” aku tidak bisa menjelaskannya
“yaudah deh kalo gitu, gue balik. Titip vidi jen..” dia memberikanku selembar kertas dan sebuah bingkisan berbentuk hati
            Sertu pulang tanpa membawa hasil
            Kasihan melihatnya. Seharusnya vidi bersyukur mendapatkan laki-laki baik kaya sertu. Dia perhatian dan bener-bener ngerti banget dan nerima kondisi vidi. Aku juga jarang sekali ngeliat dia ngomelin vidi. Diluar masalah vega, menurutku sertu itu udah pas banget buat vidi.
“udah pulang jen?”
“udah”
“bagus deh. Males banget gue ketemu dia”
Aku senang vidi memakan masakanku lahap namun sikapnya kepada sertu sudah kelewatan. Aku menaruh titipan sertu disamping piring makannya.
“gue pulang ya.., kalo lu udah baca surat sama buka bingkisan dari sertu. Lu baru boleh hubungin gue” mengelus kepalanya. Dia sudah seperti adik buatku.
“tai lu! Sahabat apaan?. Bulshit tau ga!” sifat kasarnya keluar
Empat tahun membuatku tahu sifat asli dari kami berempat, dari ketiga sahabatku. Aku paling dekat dengan vidi. Buatku dia itu sudah menjadi bagian keluargaku dan juga adikku. Dia haus akan kasih sayang orang tua dan juga perhatian. Kata-kata seperti itu sudah tak mempan lagi buatku. Aku sudah seringkali menegurnya dan mengingatkannya untuk ngejaga apa yang dia mau bilang tapi dia masih belum bisa buat tahan emosi dia.
Menyalakan scooterku dan pergi meninggalkan rumah vidi. Kuharap dia tidak menangis sendirian. Berharap dia sesegera mungkin membaca titipan sertu.
Dari titipan itu pula aku tahu siapa vega.
Vega mantan pacar sertu yang meninggal karena kecelakaan. Pesan yang dibaca vidi itu pesan yang sengaja masih disimpan. Vega mantan pacar vidi dua tahun yang lalu. Pantas kami sama sekali baru mendengar nama itu, vega bukan dari jakarta. Dia anak bandung. Hubungan jarak jauh selama dua tahun. Apa untuk hal seperti itu sertu harus meminta ijin kepada vidi?. Menurutku tidak, seharusnya vidi dapat mengerti. Apalagi pesan yang dibaca vidi bukan pesan sayang-sayang an. Melainkan pesan pertama kali ketika sertu berkenalan dengan vega. Hidup ini susah kalo hanya menerka, batinku.
Drrr drrt... aku mengambil ponsel yang ada di saku celanaku. Desy menelefon.
“ya.. kenapa des?”
“jen.. lu dimana?”
“gue lagi dijalan pulang des, mang kenapa?”
“lu sama vidi kenapa deh?, vidi meledak-ledak gitu emosinya di sosmed. Ngeri gue bacanya”
“mang dia bilang apa?”
“iya dia bilang lu kegenitan ama Pak Neo, minta nebeng ampe minta traktir gitu deh”
“eh! Serius lu des?” aku tidak percaya mendengar apa yang diucapkan desy.
“iya gue serius.. mana ada hal ga enaknya lagi”
“hal ga enak?, apaan?”
“yaa katanya lu kaya dipake gitu ma Pak Neo”

Pikiranku seketika kosong. Aku tidak menyangka vidi sampai melakukan hal seperti itu kepadaku. Aku yang dia bilang sahabat dan juga keluarga. Tanpa kusadari sebuah mobil ada dihadapanku dan aku sudah tidak bisa menghindarinya.

0 komentar:

Posting Komentar