20 Jan 2015

BERSAMAMU (chapter 10 Novel 'Sabtu yang kutunggu')

Ka neo mengajakku pergi jalan-jalan hari ini. Dia menjemputku jam tujuh pagi dan meminta ijin kepada kedua orangtuaku. Sopan sekali dan mengerti anggah ungguh, begitu ucap ayahku.
            Ka neo mengambil tas yang kubawa dan menaruhnya dibagasi. Bekal yang sudah kubuatkan tadi pagi untuknya. Kita seperti sepasang pasangan yang pergi berlibur.
“kamu hari ini mau kemana?”
“ka neo gimana.. kan ka neo yang ngajak aku semalem”
“kaka  rencanya ke dufan, gapapa?”
“ayook”
            Weekend membuat kami tidak terlalu terkena macet. Ka neo masuk dengan menggandeng tanganku. Aku juga sudah terbiasa bergandengan tangan dengannya.
“kamu mau naik apa?”
“ka.. ka.. naik halilintar” aku bersemangat sekali.
“ayo...” kami agak berlari kecil menuju wahana yang ingin kami naiki. Lumayan. Antrian yang cukup panjang.
“kaka udah ngeduga nih bakalan gini, makanya tadi agak ragu juga ajak kamunya”
“gapapa ka..”
Sembari menunggu antrian kami mengoobrol panjang.
            Aku duduk disampingnya. Jujur, aku takut sekali. Kereta berjalan. Aku menutup mataku.
“aaaaaa” berteriak kencang
“huuuufh” tidak begitu lama.
“masa kamu tutup mata”
“biarin, kan takut”
“liat nih foto kamu..”
“udah ayoo..” aku berusaha menarik tangan ka neo..
“mba. Saya cetak yang ini satu ya..”
“kaka..”
“buat kenang-kenangan. Kamu lucu banget disini”
            Selesai dengan wahana halilintar kami menaiki wahana-wahana yang lain. Selalu lama dibagian antriannya. Tidak membosankan karena ka neo yang berada disampingku.
“kita istirahat dulu ka. Kaka mau makan?”
“yuk. Laper” ka neo mengusap perutnya.
“ya... aku lupa.. kan makanannya ada dibagasi”
“o iya.. kaka juga lupa tadi ga ngeluarin. Yaudah kita makan di cafe-cafe aja. kamu pengen makan apa?”
            Akhirnya kami makan disebuah kafe. Susah payah aku membuat makanan untuk ka neo. Tapi malah tidak dimakan sama sekali.
“udah jangan cemberut. Nanti kaka makan bekalnya”
“kalo ga bauu”
“udah ah, nanti manisnya ilang”

            Kami keluar dari dufan sekitar jam tujuh malam. Cukup puas meski hanya menaiki beberapa wahana. Aku juga berhasil mengabadikan momen-moment ini bersamanya.
“kita pergi ke pantainya sebentar ya.. kaka tau tempat yang enak buat liat pemandangan malem” ka neo mengarahkan mobilnya menyusuri sepanjang jalan sampai ke ujung. Benar kata ka neo. Tempatnya bersih, enak, dan nyaman.
“yuk” dia mengajakku turun. Mengambil tas yang ada di bagasi.
“kita duduk disana aja” ka neo menunjuk sebuah tempat yang kosong.
Aku mengikutinya dari belakang.
            Ada sebuah band yang sedang tampil dipanggung. Sepertinya band yang belum terkenal namun suaranya merdu.
            Ka neo membuka tasku dan mengeluarkan tupperware-tupperware yang ada didalamnya. Membukanya satu persatu.
“ga bau” ucapnya setelah menciumi makanan yang kubuat.
“kalo gitu kaka makan ya.. itadakimas...” ucapnya.
Dia memakan masakanku dengan lahap.
“enak” ucapnya lagi dengan mulut penuh dengan nasi.
“kaka makannya pelan-pelan ah” aku mengingatkannya.
            Kamu baik banget sih, ngerti banget kalo kamu sampe ga makan, aku bakalan sedih. Ka neo.. aku sayang banget sama kaka, aku mengucapkannya dalam hati.
“hayoo ngelamunin apa?”
“engga”
“aku mau nanti kamu setiap hari masakain aku makanan”
“ehm” aku mengangguk senang
“abis ini kita jalan-jalan di tepi pantai...”
            Ka neo menghabiskan bekal yang kubuat. Kami berjalan bersampingan dan menyusuri tepi pantai. Pemandangan malam yang indah dengan ka neo disampingku.
“jen.. kaka mau bicara serius” masih dengan menggenggam tanganku. Aku tidak menjawabnya. Hanya menunggu ucapannya.
“kaka ga akan minta kamu jadi pacar kaka” dia menatap wajahku. Sedikit mengerutkan kening. Ini adalah hal yang selama ini kutunggu-tunggu.
“kamu mungkin suka berfikir. Hubungan kita ini apa?. Aku ini siapanya dia?. Aku sama dia kan ga ada apa-apa”
Aku mengangguk mendengar ucapannya.
“kamu jangan mikir hal kaya gitu lagi. Kamu buat ka neo itu something. Something yang harus ka neo jaga”
“maksudnya” aku meminta penjelasan.
“ka neo udah bukan anak remaja lagi. Yang ngajakin kamu pacaran. Kalaupun ada pemikiran seperti itu, ka neo pengen kamu jadi istri ka neo”
Deg.deg.deg.. serasa jantungku ingin copot. Istri. Ka neo. Aku bahagia sekali mendengarnya.
“tapi ga sekarang. Ka neo mau kamu fokus sama kuliah kamu. Kaka juga udah bilang sama kedua orang tua kamu. Mereka setuju asalkan kamu menyelesaikan kuliah kamu dulu”
“orang tua aku?. Kapan?” aku sama sekali tidak tahu ada kejadian seperti ini.
“waktu kamu dirumah sakit. Ka neo sudah meminta ijin kepada Ayah dan Ibu kamu”
Mengingat-ngingat dengan pertanyaan-pertanyaan ayah yang mulai aneh.
“kamu jangan pernah berfikir ka neo ga serius sama kamu. Kaka serius pengen nikahin kamu jen”
“kalo misal aku yang ga mau gimana ka?” kata-kata itu meluncur begitu saja.
“itu hak kamu. Kaka juga ga bisa paksain perasaan kamu kan”
            Antara senang dan bingung apa maksud dari omongan ka neo barusan. Ka  neo ngelamar aku atau cuma sekedar omongan biar aku nunggu ka neo sampe aku lulus kuliah. Ini kenyataan atau boongan. Setelah lulus kuliah menikah dengan ka neo?. Kenapa harus menunggu setelah lulus kuliah sih?. Aku juga ingin seperti vidi yang sudah resmi menikah.
“dari tadi kamu sering banget bengong”
“ka.. sebenernya jeni sayang sama kaka”
“kaka tau jeni”
“terus?”
“terus apa?”
“terus sebenernya kaka perasaannya gimana sama jeni?”
“kaka kan udah bilang. Kaka mau jeni jadi istri kaka. Setelah kamu lulus, kamu mau kan jadi istri kaka?”
Menutup mulutku sendiri seakan tidak percaya dengan apa yang diucapkan ka neo.
“aku mau ka” aku bahagia sekali. Ka neo membawaku dalam pelukannya.
“eh! Maaf” ka neo lantas melepas pelukannya. Dia membalikkan badan memunggungiku.
“ayo ka pulang” ajakku menggandeng tangannya.
“neooooooo” seorang wanita datang menghampiri kami dan lantas hampir memeluk ka neo kalau tidak melihatku.
“riri”
“kamu apa kabar?”
“baik, lu sendiri sehat?”
“yah beginilah gue, kerja dimana sekarang?”
“masih yang dulu”
“owh.. betah nih..”
“yaah betah ga betah”
“banyak project dong yah?”
“project mah pasti ada”
“jangan – jangan udah naik jabatan?”
“ah.. masih jadi tukang satpam aja”
“ye boong lu.. pas kapan gue ketemu ega, katanya lu udah bukan security jaringan, katanya manager gitu”
Mereka seperti dekat sekali. Ingin aku ikut menimpali, menjawab apa pekerjaan ka neo, tapi seperti tak ada celah untukku masuk. Ka neo bekerja di salah satu perusahaan swasta, dia baru saja diangkat menjadi manager disana, selain itu setiap sabtu dia menjadi dosen di kampusku. Laki-laki yang diidam-idamkan wanita tentunya.
            Ka neo sadar dengan keadaanku. Dia menggerakkan tangannya, membuatku maju satu langkah.
“kenalin.. ni jeny”
“oh.. hai aku riri”
“jeni” menyalami tangannya. Sepertinya riri tidak menyukai keberadaanku.
“ini...?” riri menanyakan siapa aku kepada ka neo.
“yaah.. you know lah” ka neo menjawab singkat dengan seulas senyum diwajahnya.
Aku tak mengerti kenapa ka neo tidak menjawab aku calon istrinya atau pacarnya misalnya. Kenapa dia hanya menjawab seperti itu.
“masih kuliah ya?” riri menanyaiku
“iya... tingkat akhir”
“owh. Pantes.. kelihatan masih muda banget”
“terima kasih”
“kalian mau balik atau baru dateng?”
“ini udah mau balik”
“yaah.. mending ikut aku. Kumpul bareng temen-temen aku dulu. Ga jauh ko. Disana..” riri menunjuk suatu tempat.
“heeeeeeiiii”teriaknya dengan tangan yang dilambai-lambaikan.
“siiiniii” beberapa temannya menjawab dan ikut membalas lambaian tangan riri.
“gimana?” ka neo meminta persetujuanku.
“ehmmm”
“gapapa kan jen?” sebelum aku menjawab riri sudah memotongnya. Dari matanya dia ingin sekali kami atau mungkin hanya ka neo ikut dengan nya.
“hmm” anggukku mau.
“siiip” riri kesenangan.
Kami berjalan di belakang riri. Dari kejauhan kulihat ramai sekali disana. Mungkin ada sekitar delapan orang. Pesta seafood, pikirku.
            Kami duduk dengan beralas tikar dan beratapkan langit dengan posisi melingkar, ka neo dan riri berada disampingku.  Menunggu makanan-makanan yang sudah dipesan. Benar-benar pesta seafood. Semuanya dalam porsi besar dan banyak.
“ini....” riri mengambilkan beberapa makanan untuk ka neo. Dia tahu mana yang ka neo sukai dan mana yang ka neo tidak suka. Aku sungguh risih berada di tengah-tengah mereka.
Apa maksud riri melakukan hal tersebut. Kenapa dia begitu peduli dengan ka neo. Kenapa dia tahu banyak tentang ka neo. Kenapa dia selalu mendahuluiku ketika aku ingin mengambilkan makanan untuk ka neo. Siapa dia?.
 “kamu ga makan?” ka neo menanyaiku.
“ri... ko kamu ga ambil makanan?” riri selalu mengikuti apa yang ka neo lakukan namun benar-benar dengan perlakuan yang berbeda.
“mau aku ambilin?” ka neo mengambil piringku namun riri menyerobotnya dan bertanya kepadaku, aku ingin makan apa.
Aku sungguh merasa aneh dengan riri.
“engga, makasih ri, aku bisa ambil sendiri” aku mengambil piringku dari tangannya dan meletakkannya kembali di mejaku.
Merasa seharusnya aku tidak berada di tempat seperti ini. Kenapa aku tidak bisa mengatakan lantang kalau aku tidak mau berada disini. Ka neo...
“ri.. ini yang namanya neo?” seorang temannya bertanya. Membuat yang lain memperhatikan ka neo.
“iya.. ini neo. Yang gue ceritain ke kalian”
“owh... hai.. gue jemi”
“gue faisal”
Ka neo menyalami satu persatu teman riri. Aku sama sekali tidak diperhatikan dan seperti tidak dianggap ada sama sekali.
Hari yang tadinya indah berubah dalam sekejap.
Pukul sepuluh malam, riri masih asyik mengajak ka neo bercerita. Aku hanya bisa diam dan menjauh dari keramaian. Beberapa teman riri masih bermain dengan ombak pantai dan pasir putih.
“Sendirian?” seseorang menyapaku.
“e.. engga sama dia” aku menunjuk ka neo yang berada disamping riri.
“owh.. iya.. maksud aku, kamu sendirian aja disini?” dia sopan sekali.
“kenapa?” tanyanya lagi.
“gapapa” aku menunduk menatap kaki-kakiku yang terendam pasir.
“riri emang gitu orangnya, santai aja” seolah tau apa yang kurasakan.
“dia mantan pacarnya”
“owh.. pantes”
“lumayan lama, tiga tahun” tanpa kupinta jemi menjelaskan sendiri.
“kalo ga salah putus juga gara-gara riri ketauan selingkuh., tapi ga sepenuhnya salah riri. Waktu itu neo lagi sibuk-sibuknya kuliah s2, hubungan long distance juga. Ya.. neo nya sibuk sama urusan dia, riri nya juga ga bisa jaga. Yah putus deh. Udah dua tahun baru sekarang mereka ketemu lagi”
            Aku memperhatikan mereka dari kejauhan. Sekali dua kali ka neo menyunggingkan senyuman yang indah. Apa aku pernah membuatnya tersenyum seindah itu?.
“oh iya.. aku jemi”
“jeni” kami bersalaman.
 “kamu?” dia menunjuk ka neo
“massih belum siapa-siapanya” mengerti maksud pertanyaan jemi.
“hmm kirain aku udah siapa-siapanya, atau apa-apanya gitu?”
“ha ha ha” dia berhasil membuatku tertawa.
“jeni.. mau pulang?” ka neo sudah dihadapaku bersama dengan riri disebelahnya. Dia menoleh ke arah jemi kemudian tiba-tiba menarik tanganku.
“aku pulang dulu ya..makasi.. riri makasi”

            Ka neo seperti marah. Dalam perjalanan pulang dia sama sekali tidak mengajakku berbicara. Aku sendiri tidak ingin berbicara dengannya.

0 komentar:

Posting Komentar