Tepat
satu minggu setelah vidi kembali aktif di kampus, sekaranglah harinya. Hari
pernikahan vidi. Vidi hampir mempersiapkan pernikahannya semua sendiri kalau
kami tidak datang ke bandung waktu itu. Dari dekorasi, undangan, souvenir,
katering, semuanya dia saling berbagi tugas dengan sertu. Kedua orang tua vidi
juga tidak begitu mempermasalahkan dengan kemauan vidi. Mereka merestui
hubungan vidi dan terlihat open sekali dengan sertu. Aku sama sekali tidak
melihat adanya paksaan atau apalah dari kedua orang tua vidi. Mungkin mereka
mempunyai persepsi mereka sendiri. Sertu bahkan dipercaya untuk membuka sebuah
perusahaan di sini dengan modal yang diberikan kedua orang tua vidi.
Hampir satu minggu aku, desy, dan
puspa menginap dirumah vidi untuk menyiapkan semuanya sebaik mungkin.
Pernikahan yang indah namun sederhana dan terlihat mewah, padahal sebenarnya
kami sengaja bermodalkan hiasan dan tata atur letak ruangan.
Pernikahan vidi dan sertu hanya
dilangsungkan di rumah vidi. Tidak seperti kebanyakan orang-orang kaya yang
menggelar di pesta atau gedung. Ini adalah konsep awal yang kuidekan kepada
vidi. Sebelumnya vidi dan sertu bermaksud menyewa sebuah gedung namun cukup
boros menurutku. Apalagi setelah membandingkan ruangan gedung dan ruangan rumah
vidi masih lebih menarik ruangan rumah vidi. Jadilah vidi menerima ideku. Aku,
desy, dan puspa bertugas mendekor ruangan ini semaksimal mungkin dengan bantuan
beberapa tukang pastinya.
Pernikahan berlangsung sangat khidmat
dan sesuai dengan jadwal, tepat waktu. Aku senang sekali melihat sahabatku sudah tidak single lagi.
“ehem”
seseorang berdeham disampingku. Ka neo.
“kamu
ga ngundang ka neo nih ceritanya?” dia protes
“kan
bukan acara aku ka...” aku bertepuk tangan mengikuti alur acara pernikahan
vidi.
“pulang
dari bandung sama sekali ga ada kabar” dia protes lagi
“kaka
kenapa si?” tanyaku.
“kamu
yang kenapa jen?” dia balik bertanya.
“seminggu
lebih kamu juga sama sekali ga bales whatsap aku ataupun jawab telefon aku. Kamu
juga bolos matakuliah ku”
“kan
aku nyiapin nikahan vidi ka..” aku mencoba ngeles.
“apa
kamu ga bisa ajak kaka buat nyiapinnya?, jadi ga perlu pake tenaga tukang?”
“ya
ga enak lah ka... tukang kan juga vidi yang udah siapin. Lagipula ngapain kaka
angkat-angkat barang berat. Ada nanti kalo kaka kenapa-kenapa gimana?”
Dia
mengambil tanganku, membuatku memperhatikan jari-jariku sendiri.
“kalo
gitu ini apa?”
Ada
beberapa goresan dan beberapa jari yang dibalut dengan plester. Aku menarik tanganku.
Terdiam satu sama lain.
Luka yang ada dijari-jariku tidak
jauh berbeda dengan luka yang ada di jari tangan desy dan puspa. Disela
kesibukan kami, kami bertiga berusaha menyulamkan beberapa bunga dan
gambar-gambar lucu di baju pengantin vidi. Sebagai hadiah pelepasannya dari
single menjadi double karena setelah ini kami tidak mungkin sesering sebelumnya
untuk bebas pergi kemana-mana.
Acara berlangsung sampai jam
sembilan malam. Bermaksud untuk membantu berbenah namun ka neo menarik
tanganku. Puspa yang melihatnya mengert. “bilang ke vidi ya..” ucapku tanpa
mengeluarkan suara. “ok” puspa menjawab singkat. Dia bukan panik malah
tersenyum melihatku.
Aku masuk kedalam mobil neo. Entah
kenapa aku bisa merasakan kalau ka neo marah denganku. Ka neo mengarahkan
mobilnya ke tempat biasa dia dan teamnya bermain basket. Dia turun begitu saja.
Mengambil bola basket yang ada di bagasinya. Masih lengkap dengan jas
abu-abunya. Aku baru sadar hari ini ka neo tampan sekali. Rapih sekali. Kenapa
aku malah ga mau sama sekali berfoto dengan nya tadi. Padahal vidi sudah
memaksaku untuk berfoto bersamanya tadi.
Ka neo melonggarkan dasinya dan
melempar tanpa arah. Dia juga melepas sepatu fantovelnya begitu saja. Bunyi
drible ka neo begitu keras. Sepertinya dia sangat kesal kepadaku.
Lima belas menit berlalu, aku turun
dan menghampiri ka neo. Wajahnya sudah penuh dengan keringat. Menarik selendang
yang sedari awal terikat dipinggangku. Menghampirinya dan menghapus
keringatnya.
“ka
neo...”
Hana
dan kila berdiri di pintu masuk lapangan. Aku mundur beberapa langkah. Ka neo
menyadarinya.
“kalian
ngapain disini?” kila bertanya heran
“bukannya
ka neo tadi pergi ke nikahan ya?” hana ikut bertanya keheranan.
Apalagi
melihat dasi, sepatu, kaos kaki, kemudian selendangku yang kugunakan untuk
menghapus keringat ka neo, dan ditambah aku yang tidak mengenakan alas kaki.
“kalian
jangan salah paham” aku langsung refleks, takut terjadi kesalah pahaman.
“kami
baru pulang dari nikahan temen jeni” ka neo menjelaskan singkat.
“owh...”
“nih”
kila melempar botol minumannya ke arah ka neo.
“jeni..
kamu mau kan bantu aku?” hana datang menghampiri langsung menggenggam kedua
tanganku.
“eh?”
aku kebingungan
“tadi
ka neo bilang, kamu yang bantu prepare nikahan temen kamu. Tadi ka neo juga
kirim foto-fotonya pas disana. Bagus banget.... padahal kan itu dirumah bukan
digedung”
“eh?”
aku masih tidak mengerti.
“iya..
kamu bantu aku buat preparein acara
pernikahan aku. Kamu mau kan?”
Serasa ditimpa batu yang sangat
besar. Aku sungguh benar-benar hampir menangis kalau ka neo tidak menarik
tanganku.
“bantuin
nikahan hana sama kila” neo menegaskan.
“eh?”
aku menatap wajah ka neo, kila, dan hana bergantian.
“iya..
ini big secret” jari telunjuk kila menutup bibirnya. Mengatakan kalo ini masih
rahasia.
Jadi selama ini aku sudah salah
sangka dengan ka neo dan hana. Aku mengira kalau ka neo dan hana mempunyai
hubungan yang khusus.
“kamu
mau kan bantu acara adek aku?”
“adik?”
tanyaku heran.
Aku
menunjuk siapa gerangan adik nio. Hana atau kila.
“ha
ha ha.. ga mirip ya?” kila mengusap-usap lehernya. Seperti malu.
“jadi..
ka neo sama ka kila kakak adik?” aku baru sadar.
Ka
neo menggangguk pelan menjawab pertanyaanku.
“trus?”
aku menunjuk ka neo dan hana bergantian.
“oh!
Jadi kamu beneran salah paham gara-gara yang waktu itu?” ka neo baru
menyadarinya.
“eh?”
ganti hana yang kebingungan.
“dia
ngira aku sama kamu ada apa-apa”
“jeni..
engga.. aku engga ada maksud.. aduh.. maaf yaa...” hana mengambil tanganku lagi
dan meminta maaf. Meyakinkanku.
“waktu
itu dia lagi berantem sama kila, jadi dia minta bantuanku”
“lagian..
lain kali kamu bisa bilang kan. Jangan langsung main diem aja?” ka neo mencubit
pipiku.
“jadi
cemburu nih?” kila meledekiku.
“ada
juga aku yang cemburu sama kamu..” hana balik sewot kepadaku.
“iya..
dia waktu itu cemburu sama kamu”
Kami jadi asyik mengobrol. Merasa
lucu dengan sikap kami masing-masing.
Kedua kalinya menyiapkan pernikahan
orang yang kukenal. Kali ini aku mempersiapkannya dengan ka neo, hana, dan juga
kila, adik ka neo. Pertama kalinya aku datang ke rumah ka neo dan kila.
Membahas konsep pernikahan yang ingin mereka gunakan.
Bertemu
dan berkenalan dengan ayah dan ibu ka neo. Mereka baik sekali kepadaku. Hampir
setiap hari aku datang dan mempersiapkan pernikahan kila dan hana disana,
setiap pulang aku pasti dibawakan oleh-oleh, selalu makanan dan kue yang baru
kukenal.
Kedua orang tua ka neo bekerja
sebagai chief di restoran di daerah jakarta. Pantas saja makanan yang tersedia
di meja selalu beragam.
Aku
harus belajar memasak nih, fikirku.
“hana..
gaun pengantinnya kamu mau gimana?”
“aku
udah pesen jen.. tapi kemarin aku liat lucu banget di bagian gaun pengantin
vidi ada gambar-gambar gitu kecil kecil”
“oo
itu sulaman aku sama sahabat-sahabat aku”
“pantesan..
soalnya pas aku nunjukin ke desainer aku, dia malah bilang itu bikin jelek.
Malah ngidein di kasih bunga-bunga gini” hana menunjuk sebuah gambar di majalah
fashion.
“tunggu
deh, bentar lagi kila sama ka neo juga nyampe. Mereka lagi ambil gaun aku sama
jas kila”
Tak
lama kila datang dengan ka neo. Membawa dua box besar. Kila memberikan sebuah
box yang dibawanya kepada hana dan satunya dia buka sendiri. Sedangkan ka neo
aku tidak tahu apa isi box yang dibawanya.
Hana
mengeluarkan gaun nya dan menunjukkannya kepadaku.
“gimana
menurut kamu?”
“bagus”
aku memandangi kagum gaun pengantinnya. Indah sekali. Payet-payet yang digunakn
tidak terlalu banyak namun membuat sebuah motif yang indah.
“yank?”
kila memanggil hana. Baru kali ini kudengar kila memanggil hana.
“eh
iya.. lupa” hana memandangi jam tangannya dan menaruh gaunnya di sofa.
“jeni..
aku tinggal dulu ya.. aku lupa kita ada tes food.”
“owh...
iya..”
Mereka
pergi bergandengan tangan.
“blam!!”
suara pintu depan berbunyi sangat keras.
Berdua.
Dirumah ka neo. Aku merasa agak sedikit salah tingkah, ah tidak, mungkin banyak. Ka neo
mengelus-ngelus lehernya dan berbalik memunggungiku. Sama seperti yang
dilakukan kila waktu itu. Memang sih sama sekali ga mirip,tapi nyatanya ada
yang bikin kalian sama.
“kamu
mau minum apa?” ka neo menawariku.
“gausah
repot-repot ka” berfikir untuk merapihkan gaun hana atau mungkin
menggantungnya.
Aku
berjalan menuju cermin yang ada didalam ruangan. Cermin yang sangat besar.
Menempelkan gaun hana ke badanku.
“cantik”
ucap ka neo singkat.
Kulihat
dia sedang memperhatikanku dibelakangku. Aku bisa melihatnya di cermin.
Hubunganku dan ka neo berangsur
membaik dan kembali dekat. Aku juga meminta maaf kepada ka neo karena sudah
bersikap menyusahkannya beberapa hari itu. Ka neo sosok lelaki yang dewasa. Dia
memaafkan ku dengan mudah. Sekedar marahpun tidak.
Aku memperhatikan gaun hana lagi dan
berfikir untuk menyulamkan sesuatu. Mengambil selembar kain putih yang ada dan
mulai menyulamkan sesuatu.
“kamu
ngapain”
“aku
pengen buat sapu tangan pasangan, menurut kaka gimana?”
“kayaknya bagus, kalo gitu ajarin kaka yah”
“yakin
mau belajar? susah.. ini tuh kerjaan cewe loh ka”
“kerjaan
cewe apaan. Cewe cowo kan sama aja... emang nya kerjaan cowo juga ga boleh
dilakuin cewe?”
“ga
juga sih...”
Aku mengajari ka neo menyulam. Ka
neo jadi mengerti kenapa waktu itu jari-jariku banyak beberapa luka dan ada
beberapa handsaplast. Kami bersendau gurau. Sesekali ka neo juga mengelus
kepalaku lembut.
“The Day” hana dan kila mengambil
judul itu untuk tema pernikahannya. Aku senang sekali dua kali menjadi saksi
pernikahan orang-orang yang dekat denganku. Kali ini aku menjadi penyelenggara
berpasangan dengan ka neo.
“saya
terima nikahnya... hana...” kila mengucapkan janji akad nikahnya lancar.
Saat akad berlangsung ka neo
menggenggam tanganku lembut, sesekali dia menatapku dan tersenyum. Kami seperti
pasangan hari itu. Aku merasa sudah menjadi pasangannya.
Ka ega dan yang lain tidak menyangka
dengan pernikahan kila yang menurut mereka tiba-tiba. Ega mengira kalau yang
menikah duluan adalah aku dan ka neo. Ka neo langsung tersedak saat itu. Aku
sendiri hanya dapat memberikan senyuman kepada ega. Setiap orang yang mengenal
kami mengira kami adalah sepasang kekasih. Memang itu yang terlihat di mata
umum.
Kila dan Hana malam itu langsung
pergi menaiki pesawat terbang. Pergi ke Perancis tempat hana menyelesaikan
kuliah s2 nya. Untuk beberapa waktu kila dan hana akan tinggal disana sampai
hana lulus. Setelah hana lulus mereka baru akan kembali lagi ke Indonesia.
“ini
kedua kalinya kita dibandara”
“iya”
“jeni?”
“ya
ka”
“kamu...”
Aku
menunggu kelanjutan ucapan ka neo.
“udah
ayo pulang” ka neo berbalik memunggungiku tanpa melanjutkan kelanjutan
kalimatnya.
0 komentar:
Posting Komentar