20 Jan 2015

BAJU PENGANTIN (chapter 8 Novel 'Sabtu yang kutunggu')

Tepat satu minggu setelah vidi kembali aktif di kampus, sekaranglah harinya. Hari pernikahan vidi. Vidi hampir mempersiapkan pernikahannya semua sendiri kalau kami tidak datang ke bandung waktu itu. Dari dekorasi, undangan, souvenir, katering, semuanya dia saling berbagi tugas dengan sertu. Kedua orang tua vidi juga tidak begitu mempermasalahkan dengan kemauan vidi. Mereka merestui hubungan vidi dan terlihat open sekali dengan sertu. Aku sama sekali tidak melihat adanya paksaan atau apalah dari kedua orang tua vidi. Mungkin mereka mempunyai persepsi mereka sendiri. Sertu bahkan dipercaya untuk membuka sebuah perusahaan di sini dengan modal yang diberikan kedua orang tua vidi.
            Hampir satu minggu aku, desy, dan puspa menginap dirumah vidi untuk menyiapkan semuanya sebaik mungkin. Pernikahan yang indah namun sederhana dan terlihat mewah, padahal sebenarnya kami sengaja bermodalkan hiasan dan tata atur letak ruangan.
            Pernikahan vidi dan sertu hanya dilangsungkan di rumah vidi. Tidak seperti kebanyakan orang-orang kaya yang menggelar di pesta atau gedung. Ini adalah konsep awal yang kuidekan kepada vidi. Sebelumnya vidi dan sertu bermaksud menyewa sebuah gedung namun cukup boros menurutku. Apalagi setelah membandingkan ruangan gedung dan ruangan rumah vidi masih lebih menarik ruangan rumah vidi. Jadilah vidi menerima ideku. Aku, desy, dan puspa bertugas mendekor ruangan ini semaksimal mungkin dengan bantuan beberapa tukang pastinya.
            Pernikahan berlangsung sangat khidmat dan sesuai dengan jadwal, tepat waktu. Aku senang sekali melihat sahabatku sudah tidak single lagi.
“ehem” seseorang berdeham disampingku. Ka neo.
“kamu ga ngundang ka neo nih ceritanya?” dia protes
“kan bukan acara aku ka...” aku bertepuk tangan mengikuti alur acara pernikahan vidi.
“pulang dari bandung sama sekali ga ada kabar” dia protes lagi
“kaka kenapa si?” tanyaku.
“kamu yang kenapa jen?” dia balik bertanya.
“seminggu lebih kamu juga sama sekali ga bales whatsap aku ataupun jawab telefon aku. Kamu juga bolos matakuliah ku”
“kan aku nyiapin nikahan vidi ka..” aku mencoba ngeles.
“apa kamu ga bisa ajak kaka buat nyiapinnya?, jadi ga perlu pake tenaga tukang?”
“ya ga enak lah ka... tukang kan juga vidi yang udah siapin. Lagipula ngapain kaka angkat-angkat barang berat. Ada nanti kalo kaka kenapa-kenapa gimana?”
Dia mengambil tanganku, membuatku memperhatikan jari-jariku sendiri.
“kalo gitu ini apa?”
Ada beberapa goresan dan beberapa jari yang dibalut dengan plester. Aku menarik tanganku. Terdiam satu sama lain.
            Luka yang ada dijari-jariku tidak jauh berbeda dengan luka yang ada di jari tangan desy dan puspa. Disela kesibukan kami, kami bertiga berusaha menyulamkan beberapa bunga dan gambar-gambar lucu di baju pengantin vidi. Sebagai hadiah pelepasannya dari single menjadi double karena setelah ini kami tidak mungkin sesering sebelumnya untuk bebas pergi kemana-mana.
            Acara berlangsung sampai jam sembilan malam. Bermaksud untuk membantu berbenah namun ka neo menarik tanganku. Puspa yang melihatnya mengert. “bilang ke vidi ya..” ucapku tanpa mengeluarkan suara. “ok” puspa menjawab singkat. Dia bukan panik malah tersenyum melihatku.
            Aku masuk kedalam mobil neo. Entah kenapa aku bisa merasakan kalau ka neo marah denganku. Ka neo mengarahkan mobilnya ke tempat biasa dia dan teamnya bermain basket. Dia turun begitu saja. Mengambil bola basket yang ada di bagasinya. Masih lengkap dengan jas abu-abunya. Aku baru sadar hari ini ka neo tampan sekali. Rapih sekali. Kenapa aku malah ga mau sama sekali berfoto dengan nya tadi. Padahal vidi sudah memaksaku untuk berfoto bersamanya tadi.
            Ka neo melonggarkan dasinya dan melempar tanpa arah. Dia juga melepas sepatu fantovelnya begitu saja. Bunyi drible ka neo begitu keras. Sepertinya dia sangat kesal kepadaku.
            Lima belas menit berlalu, aku turun dan menghampiri ka neo. Wajahnya sudah penuh dengan keringat. Menarik selendang yang sedari awal terikat dipinggangku. Menghampirinya dan menghapus keringatnya.
“ka neo...”
Hana dan kila berdiri di pintu masuk lapangan. Aku mundur beberapa langkah. Ka neo menyadarinya.
“kalian ngapain disini?” kila bertanya heran
“bukannya ka neo tadi pergi ke nikahan ya?” hana ikut bertanya keheranan.
Apalagi melihat dasi, sepatu, kaos kaki, kemudian selendangku yang kugunakan untuk menghapus keringat ka neo, dan ditambah aku yang tidak mengenakan alas kaki.
“kalian jangan salah paham” aku langsung refleks, takut terjadi kesalah pahaman.
“kami baru pulang dari nikahan temen jeni” ka neo menjelaskan singkat.
“owh...”
“nih” kila melempar botol minumannya ke arah ka neo.
“jeni.. kamu mau kan bantu aku?” hana datang menghampiri langsung menggenggam kedua tanganku.
“eh?” aku kebingungan
“tadi ka neo bilang, kamu yang bantu prepare nikahan temen kamu. Tadi ka neo juga kirim foto-fotonya pas disana. Bagus banget.... padahal kan itu dirumah bukan digedung”
“eh?” aku masih tidak mengerti.
“iya.. kamu bantu aku buat preparein acara pernikahan aku. Kamu mau kan?
            Serasa ditimpa batu yang sangat besar. Aku sungguh benar-benar hampir menangis kalau ka neo tidak menarik tanganku.
“bantuin nikahan hana sama kila” neo menegaskan.
“eh?” aku menatap wajah ka neo, kila, dan hana bergantian.
“iya.. ini big secret” jari telunjuk kila menutup bibirnya. Mengatakan kalo ini masih rahasia.
            Jadi selama ini aku sudah salah sangka dengan ka neo dan hana. Aku mengira kalau ka neo dan hana mempunyai hubungan yang khusus.
“kamu mau kan bantu acara adek aku?”
“adik?” tanyaku heran.
Aku menunjuk siapa gerangan adik nio. Hana atau kila.
“ha ha ha.. ga mirip ya?” kila mengusap-usap lehernya. Seperti malu.
“jadi.. ka neo sama ka kila kakak adik?” aku baru sadar.
Ka neo menggangguk pelan menjawab pertanyaanku.
“trus?” aku menunjuk ka neo dan hana bergantian.
“oh! Jadi kamu beneran salah paham gara-gara yang waktu itu?” ka neo baru menyadarinya.
“eh?” ganti hana yang kebingungan.
“dia ngira aku sama kamu ada apa-apa”
“jeni.. engga.. aku engga ada maksud.. aduh.. maaf yaa...” hana mengambil tanganku lagi dan meminta maaf. Meyakinkanku.
“waktu itu dia lagi berantem sama kila, jadi dia minta bantuanku”
“lagian.. lain kali kamu bisa bilang kan. Jangan langsung main diem aja?” ka neo mencubit pipiku.
“jadi cemburu nih?” kila meledekiku.
“ada juga aku yang cemburu sama kamu..” hana balik sewot kepadaku.
“iya.. dia waktu itu cemburu sama kamu”
            Kami jadi asyik mengobrol. Merasa lucu dengan sikap kami masing-masing.

            Kedua kalinya menyiapkan pernikahan orang yang kukenal. Kali ini aku mempersiapkannya dengan ka neo, hana, dan juga kila, adik ka neo. Pertama kalinya aku datang ke rumah ka neo dan kila. Membahas konsep pernikahan yang ingin mereka gunakan.
Bertemu dan berkenalan dengan ayah dan ibu ka neo. Mereka baik sekali kepadaku. Hampir setiap hari aku datang dan mempersiapkan pernikahan kila dan hana disana, setiap pulang aku pasti dibawakan oleh-oleh, selalu makanan dan kue yang baru kukenal.
            Kedua orang tua ka neo bekerja sebagai chief di restoran di daerah jakarta. Pantas saja makanan yang tersedia di meja selalu beragam.
Aku harus belajar memasak nih, fikirku.
“hana.. gaun pengantinnya kamu mau gimana?”
“aku udah pesen jen.. tapi kemarin aku liat lucu banget di bagian gaun pengantin vidi ada gambar-gambar gitu kecil kecil”
“oo itu sulaman aku sama sahabat-sahabat aku”
“pantesan.. soalnya pas aku nunjukin ke desainer aku, dia malah bilang itu bikin jelek. Malah ngidein di kasih bunga-bunga gini” hana menunjuk sebuah gambar di majalah fashion.
“tunggu deh, bentar lagi kila sama ka neo juga nyampe. Mereka lagi ambil gaun aku sama jas kila”
Tak lama kila datang dengan ka neo. Membawa dua box besar. Kila memberikan sebuah box yang dibawanya kepada hana dan satunya dia buka sendiri. Sedangkan ka neo aku tidak tahu apa isi box yang dibawanya.
Hana mengeluarkan gaun nya dan menunjukkannya kepadaku.
“gimana menurut kamu?”
“bagus” aku memandangi kagum gaun pengantinnya. Indah sekali. Payet-payet yang digunakn tidak terlalu banyak namun membuat sebuah motif yang indah.
“yank?” kila memanggil hana. Baru kali ini kudengar kila memanggil hana.
“eh iya.. lupa” hana memandangi jam tangannya dan menaruh gaunnya di sofa.
“jeni.. aku tinggal dulu ya.. aku lupa kita ada tes food.”
“owh... iya..”
Mereka pergi bergandengan tangan.
“blam!!” suara pintu depan berbunyi sangat keras.
Berdua. Dirumah ka neo. Aku merasa agak sedikit salah tingkah, ah tidak, mungkin banyak. Ka neo mengelus-ngelus lehernya dan berbalik memunggungiku. Sama seperti yang dilakukan kila waktu itu. Memang sih sama sekali ga mirip,tapi nyatanya ada yang bikin kalian sama.
“kamu mau minum apa?” ka neo menawariku.
“gausah repot-repot ka” berfikir untuk merapihkan gaun hana atau mungkin menggantungnya.
Aku berjalan menuju cermin yang ada didalam ruangan. Cermin yang sangat besar. Menempelkan gaun hana ke badanku.
“cantik” ucap ka neo singkat.
Kulihat dia sedang memperhatikanku dibelakangku. Aku bisa melihatnya di cermin.
            Hubunganku dan ka neo berangsur membaik dan kembali dekat. Aku juga meminta maaf kepada ka neo karena sudah bersikap menyusahkannya beberapa hari itu. Ka neo sosok lelaki yang dewasa. Dia memaafkan ku dengan mudah. Sekedar marahpun tidak.
            Aku memperhatikan gaun hana lagi dan berfikir untuk menyulamkan sesuatu. Mengambil selembar kain putih yang ada dan mulai menyulamkan sesuatu.
“kamu ngapain”
“aku pengen buat sapu tangan pasangan, menurut kaka gimana?”
“kayaknya bagus, kalo gitu ajarin kaka yah
“yakin mau belajar? susah.. ini tuh kerjaan cewe loh ka”
“kerjaan cewe apaan. Cewe cowo kan sama aja... emang nya kerjaan cowo juga ga boleh dilakuin cewe?”
“ga juga sih...”
            Aku mengajari ka neo menyulam. Ka neo jadi mengerti kenapa waktu itu jari-jariku banyak beberapa luka dan ada beberapa handsaplast. Kami bersendau gurau. Sesekali ka neo juga mengelus kepalaku lembut.

            “The Day” hana dan kila mengambil judul itu untuk tema pernikahannya. Aku senang sekali dua kali menjadi saksi pernikahan orang-orang yang dekat denganku. Kali ini aku menjadi penyelenggara berpasangan dengan ka neo.
“saya terima nikahnya... hana...” kila mengucapkan janji akad nikahnya lancar.
            Saat akad berlangsung ka neo menggenggam tanganku lembut, sesekali dia menatapku dan tersenyum. Kami seperti pasangan hari itu. Aku merasa sudah menjadi pasangannya.
            Ka ega dan yang lain tidak menyangka dengan pernikahan kila yang menurut mereka tiba-tiba. Ega mengira kalau yang menikah duluan adalah aku dan ka neo. Ka neo langsung tersedak saat itu. Aku sendiri hanya dapat memberikan senyuman kepada ega. Setiap orang yang mengenal kami mengira kami adalah sepasang kekasih. Memang itu yang terlihat di mata umum.
            Kila dan Hana malam itu langsung pergi menaiki pesawat terbang. Pergi ke Perancis tempat hana menyelesaikan kuliah s2 nya. Untuk beberapa waktu kila dan hana akan tinggal disana sampai hana lulus. Setelah hana lulus mereka baru akan kembali lagi ke Indonesia.
“ini kedua kalinya kita dibandara”
“iya”
“jeni?”
“ya ka”
“kamu...”
Aku menunggu kelanjutan ucapan ka neo.

“udah ayo pulang” ka neo berbalik memunggungiku tanpa melanjutkan kelanjutan kalimatnya.

0 komentar:

Posting Komentar